TIMES JEMBER, JEMBER – Akhir-akhir ini, setelah ramai persoalan sound horeg terkait fatwa haram MUI, persoalan yang menarik untuk dibahas, khususnya dalam konteks perkembangan Kabupaten Jember adanya fenomena ketiadaan BBM.
Padahal pihak Pertamina menyatakan bahwa secara supply, BBM sudah disediakan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya di Kabupaten Jember. Akan tetapi, faktanya sejak Jumat, 25 Juli 2025 ketersediaan BBM semakin sedikit bahkan habis di berbagai SPBU di Kabupaten Jember.
Tentu saja, ketidaktersediaan BBM sebagai pelengkap sempurna dari kendaraan menimbulkan dampak fundamental bagi kehidupan masyarakat baik secara ekonomi, Pendidikan, sosial yang tentu saja juga akan merambah pada persoalan-persoalan politik dan budaya.
Dampak yang terlihat jelas adalah tumpukan kendaraan yang tiada henti di hampir seluruh SPBU, kondisi emosional dan psikologi masyarakat juga terganggu karena mengalami antrian yang panjang. Di dunia pendidkan para murid ataupun guru tidak bisa hadir ke sekolah karena kendaraannya tidak berfungsi tanpa BBM, demikian juga dengan para pekerja yang tidak bisa masuk kerja serta hal-hal lain.
Secara tidak langsung, fenomena ini berdampak pada kelancaran kegiatan rutin masyarakat, baik kegiatan dari sisi produksi maupun dari sisi konsumsi. Jika fenomena ini dibiarkan, maka mekanisme pasar akan berhenti karena kondisi pasar yang sudah tidak stabil.
Sebenarnya, peristiwa ini bukan kelangkaan karena supply dalam kondisi aman, bukan juga ketergantungan. Tetapi, hubungan kedua barang komplementer yang sempurna.
Artinya jika suatu barang ingin berfungsi, maka membutuhkan barang yang lain. Jika salah satunya tidak ada, maka utilitas barang tersebut tidak bisa diperoleh. Sehingga, sebuah kendaraan yang didesain menggunakan BBM, dia akan memiliki fungsinya jika diisi BBM.
Demikian juga dengan kendaraan yang didesain menggunakan tenaga listrik, maka dia akan berfungsi jika sudah diisi oleh tenaga listrik. Sekarang tinggal sebagai manusia mau menggunakan kendaraan dengan jenis yang mana dan bisa memberikan utilitas tertinggi dalam kehidupan.
Banyak masyarakat memilih kendaraan dengan desain menggunakan BBM karena lebih cepat dan jangkauan lebih jauh. Preferensi ini digunakan untuk mempermudah masyarakat dalan melakukan mobilitas sehari-hari, mulai dari antar jemput anak sekolah, bekerja serta kegiatan lain yang membutuhkan mobilitas tinggi.
Sehingga, kendaraan yang secara analisis kebutuhan dalam ekonomi mikro Islam sebagai kebutuhan hajjiyat (pendukung terpenuhinya kebutuhan dharuriyat), dianggap sebagai kebutuhan pokok (dharuriyat), karena tanpa kendaraan dianggap kehidupan berhenti dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Akibatnya, masyarakat rela antri berjam-jam untuk mendapatkan BBM bagi kendaraannya, selain itu masyarakat juga mau mengganti dengan harga yang lebih mahal.
Peristiwa tersebut secara fundamental harus dikaji dan segera diberikan solusi oleh pemerintah daerah, khususnya Kabupaten Jember agar keresahan masyarakat segera beratasi. Selain itu, kondisi seperti ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga akan terjadi distorsi pasar.
Peristiwa ini juga akan berdampak meluas ke beberapa daerah yang dekat dengan Kabupaten Jember, seperti Bondowoso, Situbondo, Probolinggo dan Lumajang. Sehingga, akan menyebabkan economic multiflyer effect yang sistemik dan sulit teratasi.
Berdasarkan fenomena tersebut, terlihat bahwa masyarakat memiliki ketergantungan kepada kendaraan yang memiliki energi dari BBM. Padahal sebenarnya, kendaraan bukanlah kebutuhan yang dharuriyat, artinya kita bisa menggantinya dengan benda lain yang memiliki kemashlahatan yang sama.
Misalnya, dengan kondisi ketersediaan BBM yang masih terbatas, masyarakat memanfaatkan kendaraan umum untuk bermobilisasi. Tentu saja harus didukung dengan fasilitas kendaraan umum yang memadai sehingga menjadi pilihan atau menggunakan sepeda listrik atau sepeda yang dikayuh serta alat transportasi yang tidak membutuhkan BBM. Kehidupanpun akan tetap berjalan normal.
Artinya kita sebagai masyarakat harus siap dengan berbagai alternatif dalam kehidupan. Agar tidak hanya beranggapan bahwa kegiatan ekonomi hanya bisa dilakukan dengan kendaraan berbahan bakar minyak saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan berbagai transportasi.
Hanya saja, problemnya masyarakat sudah memiliki zona nyaman dengan menggunakan kendaraan berbahan bakar minyak sebagai alat dalam mobilitas mereka. Karena memiliki berbagai fasilitas dan efisien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Ketika ada keterbatasan BBM seperti ini, masyarakat pun menjadi panik dan berbondong-bondong membeli bahkan memborong. Lebih parahnya ada masyarakta yang juga FOMO (ikut-ikutan antri) bahkan menimbun untuk dijual lagi dengan harga yang tinggi (ihtikar). Akhirnya, perilaku konsumen menjadi irrasional dan mengarah kepada distorsi pasar.
Jika terjadi distorsi pasar, maka pemerintah wajib memberikan kebijakan strategis dalam mengatasi distorsi pasar tersebut. Dari identifikasi jenis distorsi yang terjadi hingga memberikan solusi.
Pemerintah menjadi pihak yang diharapkan bisa mengembalikan kondisi pasar menjadi seimbang melalui kebijakan yang bisa mengurai persoalan fundamental pada masyarakat.
Pemerintah dalam kondisi seperti ini, harus bijak dan tidak mengeluarkan statement yang justru meresahkan masyarakat sehingga menimbulkan pro kontra.
Regulasi penanganan distorsi pasar, bukan hanya sebagai himbauan semata namun, sebagai aksi nyata dari aturan-aturan pemerintah. Jika tidak demikian, persoalan yang awalnya bermula dari keterlambatan distribusi, akan menjadi persoalan-persoalan lain yang lebih berdampak sistemik pada kehidupan masyarakat.
Semoga persoalan ketersediaan BBM segera teratasi dan kehidupan di Jember bisa kembali normal seperti sediakala.
***
*) Oleh : Nikmatul Masruroh, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |