Berita

1 Abad NU: Mengingat Lagi Tutur Mbah As'ad

Jumat, 03 Februari 2023 - 16:05
1 Abad NU: Mengingat Lagi Tutur Mbah As'ad KHR. As’ad Syamsul Arifin. (FOTO: Wikipedia)

TIMES JEMBER, MALANG – "Aponappah mak pas bedhe NU nengi Indonesia?". "Kenapa kok ada NU di Indonesia?," kata Syaikh KHR. As'ad Syamsul Arifin (Mbah As'ad) di depan jemaah dalam sebuah pengajian.

Dalam pengajian itu, Mbah As'ad mengungkap lagi apa yang sudah dia lakukan dan apa yang dia ketahui tentang sejarah Nahdlatul Ulama (sejarah NU) di Indonesia.

Secara singkat, Mbah As'ad minta jemaah, khususnya pengurus NU daerah yang hadir saat itu, benar-benar memperhatikan ceritanya.

Begini isi ceramah Mbah As'ad

Dimulai sekitar 700 tahun lalu, sejumlah ulama (termasuk para Wali Songo) membawa masuk ajaran Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah, ajaran syariah Islam yang bersumber langsung dari ajaran Nabi Muhammad SAW ke Indonesia. 

Syariah Nabi Muhammad SAW yang mereka bawa tersebut berasal dari empat imam madzhab yakni Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali dan Imam Syafi'i).

Namun seiring berjalannya waktu, ajaran ahlu sunnah wal jamaah di Indonesia mulai mendapat tantangan besar. Ada sekelompok aliran yang tidak suka dan menentang dakwah ulama-ulama salaf empat madzab yang ada di Indonesia saat itu. 

Mereka juga menolak ajaran-ajaran ulama saaf yang sudah ditulis dalam bentuk kitab yang diajarkan kepada pengikutnya. "Yang mereka ikuti hanya Al-Qurán dan Hadits saja. Selain itu tak perlu diikuti," ungkap Mbah As'ad saat ceramah.

Mbah As'ad kemudian mengisahkan apa yang dia lihat saat dia masih nyantridi Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan (Mbah Kholil) pada tahun 1920.

Tiba-tiba, tanpa janjian sebelumnya, sebanyak 66 ulama dari seluruh Indonesia datang ke rumah KH Muntaha (menantu Mbah Kholil) di Bangkalan, Madura. 

Mereka minta tolong untuk mendampingi sowan ke ke Mbah Kholil. Mereka tak berani menghadap langsung ke Mbah Kholil. Mereka ingin menyampaikan masalah munculnya kelompok tersebut ke Mbah Kholil. 

Mereka ingin dapat nasihat dan petunjuk dari Mbah Kholil. Soalnya, kehadiran kelompok ini di Indonesia ternyata dapat perlindungan dari penjajah. Pemerintahan Hindia Belanda saat itu.

Namun, sebelum mereka ke bertemu rumah Mbah Kholil, Mbah Kholil sudah mengirim santrinya untuk mengantar pesan ke KH Muntaha berupa ayat Al-Qurán surat Ash-Shaff ayat 61: يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْ ۗ وَاللّٰهُ مُتِمُّ نُوْرِهٖ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ ﴿الصف 

(Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya)

"Sampaikan ya ke Muntaha. Sudah cukup ayat itu," kata Mbah As'ad saat menirukan pesan Mbah Kholil ke KH Muntaha untuk disampaikan kepada 66 ulama tadi.

Kata KH Muntaha, ke 66 ulama tersebut puas dengan jawaban itu. 

Setahun berikutnya, sekitar 1921 atau 1922, sebanyak 46 ulama besar berkumpul di rumah KH Mas Alwy Surabaya membahas masalah tersebut. Hadir saat itu KHR Syamsul Arifin (ayahanda Mbah As'ad), Kiai Hasan Genggong, Kiai Saleh Lateng, Kiai Asnawi Kudus, Kiai Thohir Bungkuk Singosari, ulama-ulama dari Jombang, ulama dari Sidogiri dan masih banyak lagi.

Sejumlah pertemuan terus dilanjutkan sampai tahun 1923. Namun mereka tidak menemukan kesepakatan bagaimana cara merespons kehadiran kelompok yang anti ajaran ahlu sunnah wal jamaah empat mahdzab tersebut.

Pada suatu saat, datang seorang ulama (tak disebutkan namanya oleh Mbah As'ad) membawa sebuah tulisan Sunan Ampel (Sayyid Muhammad ‘Ali Rahmatullah) di sebuah kayu (mungkin kayu lontar maksudnya.red). Waktu itu, Mbah As'ad mendengar ulama itu membacakan tulisan Sunan Ampel. 

"Kira-kira begini tulisannya: 'Waktu saya ngaji ke paman saya di Madinah, saya pernah bermimpi bertemu Rosulullah SAW. Nabi berkata kepada saya: 'Rahmatullah, Islam ahlu sunnah wal jamaah ini bawa hijrah ya ke Indonesia. Karena di tempat lahirnya, sudah tidak mampu menjalankan syariat ahlu sunnah wal jamaah'," ucap Mbah As'ad saat menirukan tulisan Sunan Ampel yang dibacakan ulama tadi.

"Jadi di Arab, sudah tidak mampu melaksanakan syariat Islam ahlussunah wal jama’ah. Pada zaman itu, belum ada istilah Wahabi, belum ada istilah apa-apa. Ulama-ulama Indonesia ditugasi melakukan wasiat ini," imbuh mbah As'ad saat menjelaskan lebih lanjut mimpi Sunan Ampel itu.

Setelah mendengar dan membaca tulisan Sunan Ampel itu, sejumlah ulama saat itu memutuskan untuk melakukan istikharah. Setidaknya dilakukan selama 40 hari. Ada yang ke makam Sunan-sunan yang ada. Dan empat ulama khusus berangkat ke Madinah untuk melakukan istikharah.

Setelah melakukan istikharah, mereka berkumpul lagi dan melaporkan hasil istikharah mereka.

"Hasil laporan ini tidak tahu siapa yang memegang. Apa Kiai Wahab (Alm), apa Kiai Bisri (Alm). Insya Allah ada laporan lengkapnya. Dulu saya pernah minta sama Gus Abdurrahman (Alm Gus Dur) dan Gus Yusuf (Alm KH Yusuf Hasyim) supaya dicari," ungkap Mbah As'ad.

Namun, lagi, para ulama tersebut belum bisa memutuskan langkah apa yang harus dilakukan.  

Akhirnya pada tahun 1924, pada sebuah pagi, Mbah As'ad dipanggil Mbah Kholil untuk menghantarkan sebuah tongkat ke rumah KH Hasyim Asy'ari di Jombang.

“Ini (tongkat) kasihkan ya," kata Mbah Kholil sambil membaca ayat QS. Thaha ayat 17-21:
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى ﴿١٧﴾ قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى ﴿١٨﴾ قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى ﴿١٩﴾ فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى ﴿٢٠﴾ قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى ﴿٢١

(“Apakah itu yang di tangan kananmu hai Musa? Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.")

(“Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.") 

(“Allah berfirman: Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.”)

Setibanya di rumah Mbah Hasyim, Mbah As'ad kemudian menyampaikan tongkat itu. Namun, sebelum menerima tongkat itu, Mbah Hasyim bertanya ke Mbah As'ad, kenapa tongkat itu diberikan kepadanya.

Mbah As'ad menjawabnya dengan ayat QS. Thaha ayat 17-21 seperti yang disampaikan Mbah Kholil kepadanya.

“Alhamdulillah, Nak. Saya jadi mendirikan Jam’iyah Ulama," kata Mbah As'ad saat menirukan ucapan Mbah Hasyim saat menerima tongkat itu.

"Haturkan sama Kiai (Mbah Kholil), bahwa rencana saya untuk mendirikan Jam’iyah Ulama akan diteruskan,” pesan Mbah Hasyim saat Mbah As'ad akan pulang ke Bangkalan. 

Di akhir tahun 1924, Mbah Kholil kembali memanggil Mbah As'ad. Kali ini, Mbah Kholil minta menghantarkan sebuah tasbih ke Mbah Hasyim.

Ujung tasbih itu dipegang oleh Mbah Kholil kemudian membaca: Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar. 

"Jadi Ya Jabbar satu kali putaran tasbih. Ya Qahhar satu kali putaran tasbih. Saya disuruh dzikir," kata Mbah As'ad.

“Ini. Disuruh ambil. Saya bungkukkan leher saya.'Kok leher?'. Ya, Kiai, tolong diletakkan di leher saya supaya tidak terjatuh,” kata Mbah As'ad saat menerima tasbih itu. 

Akhirnya Mbah As'ad berangkat lagi ke rumah Mbah Hasyim.

Tiba dirumah Mbah Hasyim di Tebuireng, Mbah Hasyim mengambil tasbih itu dari keher Mbah As'ad. 

“Apa kata Kiai (Mbah Kholil)?,” tanya Mbah Hasyim saat itu.

Kemudian Mbah As'ad menjawab: “Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar.”

“Siapa yang berani pada NU akan hancur. Siapa yang berani pada ulama akan hancur," imbuh Mbah As'ad.

Nahdlatul Ulama (NU) akhirnya berdiri

Pada tahun 1925, tanggal 29 Ramadhan, Mbah Kholil wafat. Pada bulan Rajab tahun 1926 kemudian diresmikan Jam’iyatul Ulama yang kemudian berganti nama menjadi Nahdlatul Ulama (NU)

Pengajian berdurasi sekitar setengah jam itu adalah salah satu rujukan sejarah tutur penting sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (sejarah NU) di Indonesia.

Tulisan ini adalah hasil nukilan dari rekaman pengajian tersebut yang bisa Anda simak langsung di https://www.youtube.com/watch?v=EScnSfT6ajI; https://www.youtube.com/watch?v=EcCtr0wE2DM; dan https://www.ipnu.or.id/kesaksian-kh-asad-syamsul-arifin-tentang-berdirinya-nahdlatul-ulama/.

Siapa Mbah As'ad?

KHR. As'ad Syamsul Arifin (Mbah As'ad) lahir di perkampungan Syi’ib Ali, dekat Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, pada 1897.

Mbah As''ad adalah trah dari Bindara Saud (Tumenggung Tirtonegoro), Raja ke-29 Sumenep, Madura.

Mbah As'ad pernah nyantri di Pesantren Kembang Kuning Banyuanyar Pamekasan, kemudian melanjutkan ke Makkah, dan kembali ke Madura lagi untuk nyantri ke pondok pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan.

Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo itu meninggal dunia pada 4 Agustus 1990 dalam usia aged 92 tahun.

Pada 9 November 2016 lalu, Mbah As'ad mendapat gelar Pahlawan Nasional dari negara yang disampaikan oleh Presiden RI Jokowi.

Pewarta : Ratu Bunga Ambar Pratiwi (MG-345)
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jember just now

Welcome to TIMES Jember

TIMES Jember is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.