TIMES JEMBER, JEMBER – Di tengah suasana politik organisasi yang mulai hangat jelang Konfercab PMII Jember, ada satu nama yang cukup mencuri perhatian: Abdul Hadi Yusuf, atau yang akrab disapa Sahabat Yusuf, yang pada 27 Oktober 2025 lalu resmi mendaftarkan diri sebagai calon Ketua Cabang PMII Jember.
Sosok ini bukan orang baru. Ia sudah kenyang dengan pengalaman, tumbuh dari akar kaderisasi, dan dikenal punya karakter tenang, tapi tegas dalam prinsip.
Bagi Yusuf, pencalonan ini bukan soal ambisi, tapi bentuk tanggung jawab. “Kalau bukan kita yang memastikan PMII tetap berpihak pada nilai perjuangan, siapa lagi?” begitu ia sering bilang dalam beberapa forum diskusi.
Tumbuh dari Wuluhan, Mengakar di UIJ
Yusuf lahir di Dukuh Dempok, Wuluhan, Jember, pada 7 September 2000. Latar belakangnya sederhana, tapi semangat belajarnya luar biasa. Ia menempuh pendidikan dasar di SDNU 03 Nurul Huda, lanjut ke SMP Yasinat, lalu SMA 02 Diponegoro, sebelum akhirnya menjejakkan kaki di Fakultas Pertanian Universitas Islam Jember (UIJ).
Di UIJ, Yusuf bukan tipe mahasiswa yang hanya datang, duduk, pulang. Ia aktif di berbagai kegiatan kampus dan sempat dipercaya menjadi Ketua BEM Fakultas. Dari situ, jangkauan geraknya meluas hingga ke tingkat nasional, saat ia mengikuti PRESNAS IV IBEMPI (Ikatan BEM Pertanian Indonesia). Tapi, di balik semua itu, rumah sejatinya tetap satu: PMII.
Yusuf meniti jenjang organisasi dari bawah dan sistematis. Pernah menjadi Ketua Bidang Kaderisasi PMII Rayon Refugia (2020–2021), lalu naik menjadi Ketua Umum Rayon Refugia (2021–2022). Dari situ, kiprahnya makin dikenal luas.
Saat menjabat Ketua Umum Komisariat Universitas Islam Jember (2022–2023), ia dikenal mampu menjaga ritme organisasi tetap solid di tengah perbedaan pandangan antar kader. Tidak meledak-ledak, tapi selalu punya cara elegan untuk menyelesaikan masalah.
Kini, di usia 25 tahun, Yusuf menatap medan yang lebih besar, PMII Cabang Jember. Sebelum mencalonkan diri, ia lebih dulu menuntaskan amanah sebagai Sekretaris Bidang Advokasi dan Gerakan Cabang PMII Jember (2024–2025).
Di posisi itu, ia banyak bersentuhan langsung dengan problem rakyat kecil, terutama isu lingkungan dan kebijakan publik. Dari situlah pandangan ekologis dan sosialnya makin matang.
Visi yang diusung Yusuf terasa segar dan punya napas ideologis yang kuat. Ia ingin meneguhkan PMII Jember sebagai gerakan intelektual progresif dengan orientasi pembebasan, keadilan sosial, dan keberlanjutan ekologis.
Baginya, PMII harus bangkit dari rutinitas administratif yang sibuk dengan agenda seremonial tapi kehilangan ruh perjuangan. “PMII bukan kantor birokrasi mahasiswa. PMII itu ruang berpikir, ruang belajar, dan ruang bergerak,” katanya suatu kali.
Makna progresif menurutnya sederhana tapi mendalam: berpikir maju, berani mengkritik ketimpangan, dan terbuka terhadap pembaruan. Sementara orientasi pembebasan berarti membebaskan manusia dari kebodohan, ketimpangan, dan kerusakan lingkungan. Sedangkan keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis menjadi tanda bahwa perjuangan PMII tak hanya soal manusia, tapi juga soal bumi dan kehidupan.
Dengan arah seperti ini, Yusuf ingin PMII Jember jadi tempat lahirnya “intelektual organik” istilah dari Antonio Gramsci kader yang berpikir kritis, berpihak pada rakyat, dan bekerja di dua medan: gagasan dan praksis.
Misi pertama yang ditekankan Yusuf adalah membangun kaderisasi intelektual dan inklusif. Ia menilai, PMII selama ini terlalu nyaman dengan pola kaderisasi yang seremonial MAPABA, PKD, atau PKL yang hanya jadi rutinitas tanpa makna mendalam.
“Kaderisasi bukan sekadar absen dan dapat sertifikat,” ujarnya. “Tapi proses menumbuhkan kesadaran, mengasah nalar kritis, dan menyiapkan kader jadi subjek perubahan.”
Yusuf ingin menghidupkan lagi kelompok studi disetiap lembaga rayon dan komisariat, mentoring lembaga, dan ruang diskusi yang dipelopori cabang. PMII menurutnya harus jadi rumah bagi siapa saja, mahasiswa umum, kampus Islam, pesantren, hingga vokasi. Tidak boleh eksklusif.
“Kalau gerakan menutup diri, kita akan kehilangan napas perubahan,” katanya.
Misi kedua Yusuf adalah memperkuat advokasi lingkungan berbasis keadilan ekologis. Ia sadar betul Jember sedang dalam ancaman serius tambang batu kapur, eksploitasi gumuk, alih fungsi lahan, dan tata ruang yang berpihak pada modal besar.
Baginya, advokasi lingkungan bukan sekadar tambahan agenda, tapi inti dari perjuangan PMII ke depan. “Petani yang kehilangan tanah, nelayan yang kehilangan laut, perempuan desa yang kehilangan air mereka adalah wajah nyata ketidakadilan ekologis,” ujarnya dalam satu ruang diskusi.
Yusuf mendorong agar PMII aktif melakukan riset kebijakan, kampanye publik, dan aksi solidaritas. Ia bahkan mengusulkan agar PMII Jember kedepannya terlibat dalam mendorong moratorium izin tambang, revisi RTRW yang partisipatif, dan perlindungan terhadap lahan pertanian berkelanjutan.
“Kalau kita diam, Jember akan hancur pelan-pelan,” katanya tegas.
Di bidang ideologis, Yusuf juga membawa gagasan keagamaan progresif. Sebagai sosok yang lahir dari tradisi pesantren ia ingin PMII Jember tampil sebagai gerakan yang dapat menafsirkan Islam bukan hanya ritual, tapi juga kekuatan pembebasan sosial.
Berangkat dari pemikiran tokoh-tokoh seperti Tjokroaminoto, Gus Dur, dan Ali Syariati, ia menegaskan bahwa Islam harus melawan ketidakadilan, kapitalisme rakus, dan tirani kekuasaan.
“Beragama itu bukan sekadar rukuk dan sujud,” katanya suatu kali, “tapi juga menegakkan keadilan dan kemanusiaan.”
Dalam konteks itu, PMII menurut Yusuf harus mempraktikkan Islam yang kritis, terbuka, dan plural Islam yang berdialog, bukan yang menghakimi.
Misi keempat Yusuf menyentuh ranah yang jarang disentuh serius oleh banyak kandidat: penguatan KOPRI berbasis SDGs (Sustainable Development Goals).
Bagi Yusuf, KOPRI tak boleh hanya jadi pelengkap struktur, tapi harus tampil sebagai garda depan perjuangan kesetaraan dan keadilan sosial. Fokusnya jelas dari advokasi kekerasan berbasis gender, pemberdayaan ekonomi perempuan desa, hingga pendidikan kritis bagi mahasiswa perempuan.
Ia menekankan bahwa kepemimpinan perempuan bukan soal representasi, tapi soal transformasi nilai: empati, keberanian moral, dan visi keadilan sosial.
“Gerakan yang kuat harus juga digerakkan oleh perempuan yang berdaya,” ujarnya.
Menatap Babak Baru PMII Jember
Pencalonan Abdul Hadi Yusuf menjadi momen penting dalam dinamika PMII Jember. Ia hadir bukan sebagai sosok yang tiba-tiba muncul menjelang konfercab, tapi sebagai kader yang tumbuh dari ruang paling dasar, menjalani proses panjang, dan paham betul denyut organisasi.
Dari Wuluhan yang sunyi hingga kampus UIJ yang dinamis, dari rayon kecil hingga tingkat cabang perjalanan Yusuf adalah cermin bahwa kepemimpinan sejati lahir dari proses, bukan dari kesempatan sesaat.
Visi dan misinya menandakan arah baru: PMII Jember sebagai gerakan intelektual rakyat, yang berpikir dengan ilmu, bergerak dengan iman, dan berpihak pada kemanusiaan serta keberlanjutan bumi.
Jika benar bahwa setiap generasi punya tugas sejarahnya, maka Yusuf tampaknya sedang menjemput tugas itu dari UIJ untuk Jember, dan dari Jember untuk masa depan pergerakan. (*)
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |