https://jember.times.co.id/
Berita

Hafizah Yatim Piatu Malang Bangkit dari Duka, Okta Menemukan Cahaya di Sekolah Rakyat

Sabtu, 13 September 2025 - 13:42
Okta Menemukan Cahaya di Sekolah Rakyat, Hafizah Yatim Piatu Malang Bangkit dari Duka Oktavianti Riska Fitriasari, siswi Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 22 Kota Malang, Jawa Timur. (Foto: Kemensos RI)

TIMES JEMBER, MALANG – Di sebuah kontrakan sederhana di Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, seorang gadis remaja setiap magrib selalu duduk bersila dengan mushaf di pangkuan. Bibirnya bergerak perlahan, melantunkan ayat-ayat yang sudah menempel erat di hatinya. Dialah Oktavianti Riska Fitriasari, atau akrab disapa Okta, seorang yatim piatu berusia 17 tahun yang kini menjadi siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 22 Kota Malang.

Bagi Okta, Al-Qur’an adalah rumah kedua. Ayat-ayat yang ia hafalkan menjadi obat penenang ketika rindu pada kedua orang tuanya datang. Ibunya pergi saat ia duduk di bangku kelas dua SMP, disusul ayahnya tak lama kemudian. Sejak saat itu, Okta tumbuh dengan tanggung jawab besar: ikut merawat dua adiknya bersama nenek dan pamannya.

“Kalau habis magrib ngaji, ayat-ayat itu saya hafalkan. Rasanya tenang, seperti ada yang mendampingi,” kata Okta, lirih.

Hidup dengan Satu Kali Makan

Kehidupan keluarganya jauh dari kata layak. Sang nenek bekerja sebagai pemulung dengan penghasilan tak menentu, sedangkan pamannya menjadi “polisi cepek” di jalanan Kota Malang. Hasil yang mereka dapat sering kali hanya cukup untuk makan sekali sehari.

“Dulu makan satu atau dua kali sehari. Sekarang sudah tiga kali sehari,” kenang Okta dengan senyum tipis.

Sejak SMP, ia memilih untuk tidak menyerah. Ia bekerja apa saja: berjualan makanan, menjaga toko baju, hingga menjajakan jus buah di jalanan. Semua itu ia lakukan agar dapur keluarganya tidak berhenti mengepul.

Ujian Bertubi-tubi: Rumah Jadi Abu

Namun, ujian hidup tidak berhenti sampai di situ. Tahun 2024, rumah kecil mereka luluh lantak akibat ledakan tabung gas elpiji. Saat kejadian, Okta sedang berada di pesantrennya, Darul Muhlisin, Sawojajar. Ia hanya bisa menyaksikan sisa-sisa rumahnya tinggal puing.

“Kami pindah ke kontrakan. Sedikit-sedikit berusaha bangun lagi rumah seadanya,” ucapnya.

Meski segala keterbatasan mengepung, semangat Okta untuk menghafal Al-Qur’an tidak pernah padam. Hingga kini ia sudah meraih enam juz, dan bercita-cita menyelesaikan hafalan hingga 30 juz.

Cahaya di Sekolah Rakyat

Titik terang hadir ketika Okta diterima di SRMA 22 Kota Malang. Sekolah Rakyat hadir sebagai ruang baru bagi anak-anak dari keluarga miskin untuk tetap bersekolah tanpa terbebani biaya. Di sana, Okta menemukan kawan-kawan baru, guru-guru yang mendukung, serta lingkungan yang kembali menumbuhkan mimpinya.

Kini ia aktif mengikuti pelajaran, disiplin mengaji, dan tekun menjaga hafalan. Cita-citanya sederhana tapi penuh makna: menjadi seorang guru agama.

“Di pesantren, para guru mengajarkan kitab kepada santri. Dari situlah muncul keinginan kuat untuk jadi guru ngaji,” ujarnya.

Namun lebih dari itu, ia punya satu impian besar yang membuatnya terus berjuang. Ia ingin melihat neneknya bisa tersenyum lega, terbebas dari beban hidup yang terlalu lama dipikul.

“Harapan saya bisa sukses, biar nenek enggak susah lagi. Biar bisa rawat adik-adik,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Pendidikan sebagai Jalan Pemutus Kemiskinan

Okta tidak sendirian. Di SRMA 22 Malang, ada 75 siswa lain dengan latar belakang hampir serupa: keluarga miskin, hidup penuh keterbatasan, tapi enggan menyerah pada nasib. Didampingi 17 guru, tiga tenaga pendidik, serta fasilitas olahraga, laboratorium, hingga perpustakaan, mereka kini memiliki kesempatan yang sama untuk bermimpi besar.

Program Sekolah Rakyat yang diinisiasi Presiden Prabowo menargetkan berdiri di 165 titik pada tahun 2025, dengan kapasitas hampir 16 ribu siswa dari keluarga miskin. Sebuah ikhtiar besar agar anak-anak seperti Okta tidak lagi kehilangan masa depan hanya karena terhalang biaya sekolah.

Bagi Okta, Sekolah Rakyat bukan sekadar tempat belajar. Ia adalah rumah baru yang mengajarkan arti harapan: bahwa sekalipun hidup berkali-kali menghantam, selalu ada ruang untuk bangkit.

Dan bagi kita semua, kisah Okta adalah pengingat bahwa pendidikan bukan hanya soal ilmu pengetahuan, melainkan jalan untuk memutus rantai kemiskinan, mengangkat martabat keluarga, dan membukakan pintu bagi masa depan yang lebih cerah.(*)

Pewarta : Antara
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jember just now

Welcome to TIMES Jember

TIMES Jember is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.