https://jember.times.co.id/
Opini

Memahami Ujian Besar di Era Literasi Digital

Jumat, 15 Agustus 2025 - 14:42
Memahami Ujian Besar di Era Literasi Digital M.A. Ghofur, S.Pd., S.A.P., Praktisi Jaring Asesmen Indonesia & Rengganis Indonesia Fundation. Serta Pendidik di SMP Negeri 2 Balung, Jember.

TIMES JEMBER, JEMBER – Hari ini, kita hidup di zaman di mana hampir semua hal ada di ujung jari. Mau belanja? Tinggal klik. Mau belajar? Tinggal buka aplikasi. Mau bersosialisasi? Sapa teman lewat chat atau video call. Semua terasa cepat, praktis, dan menyenangkan. 

Namun, di balik layar ponsel yang kita genggam setiap hari, ada hutan rimba digital yang padat informasi, penuh peluang sekaligus sarat jebakan. Pertanyaannya, sudahkah kita benar-benar siap menjelajahinya dengan aman dan bijak?

Di sinilah literasi digital menjadi penting. Banyak orang mengira literasi digital hanya soal “melek teknologi” atau bisa mengoperasikan perangkat. Padahal, maknanya jauh lebih dalam: literasi digital adalah kemampuan memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan bahkan menciptakan konten digital secara bertanggung jawab. 

Ia mencakup keterampilan membaca tanda-tanda di dunia maya, membedakan fakta dan opini, melindungi data pribadi, hingga berinteraksi dengan etika yang baik.

Mengapa literasi digital begitu krusial di era ini? Karena kita hidup di zaman banjir informasi (information overload). Setiap menit, jutaan unggahan lahir di internet: berita, video, opini, meme, iklan, bahkan rumor. 

Tanpa kemampuan memilah, kita mudah terseret arus hoaks, ujaran kebencian, atau propaganda terselubung. Lebih parah lagi, rendahnya literasi digital bisa membuat kita rentan menjadi korban penipuan online, perundungan siber (cyberbullying), hingga pencurian identitas.

Fenomena ini bukan isapan jempol. Lihat saja berapa banyak kasus penipuan lewat pesan singkat, atau berita bohong yang viral hanya karena dibagikan tanpa berpikir panjang. 

Di sisi lain, banyak yang tak sadar bahwa jejak digital kita, apa yang kita unggah, sukai, atau komentari akan tersimpan lama, membentuk citra diri yang bisa berdampak di masa depan. Dunia maya memang tak punya pagar, tapi kita bisa membangun benteng dengan keterampilan dan kesadaran diri.

Tak kalah penting, dunia digital juga punya rambu hukum yang tegas. Di Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur perilaku di ruang siber, mulai dari penyebaran hoaks, pencemaran nama baik, penipuan online, hingga pelanggaran privasi. Pasal-pasal dalam UU ITE dapat menjerat siapa saja yang terbukti melanggar, bahkan jika pelaku menganggapnya hanya “candaan” atau “iseng” di media sosial. 

Artinya, setiap klik, komentar, dan unggahan memiliki konsekuensi hukum. Literasi digital yang baik akan membantu kita memahami batas-batas ini, sehingga terhindar dari masalah hukum yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain. Lantas, bagaimana cara meningkatkan literasi digital?

Pertama, mulai dari pendidikan sejak dini. Anak-anak sebaiknya tidak hanya diajarkan cara menggunakan gadget, tetapi juga memahami risiko dan etika di baliknya. 

Kedua, dorong budaya berpikir kritis. Jangan buru-buru percaya, apalagi membagikan informasi tanpa mengecek kebenarannya. 

Ketiga, lindungi data pribadi. Gunakan kata sandi yang kuat, aktifkan verifikasi ganda, dan waspadai tautan mencurigakan.

Keempat, jaga interaksi digital. Ingat, di balik layar ada manusia dengan perasaan. Ujaran kasar atau cemoohan tetap bisa melukai.

Tentu saja, tanggung jawab literasi digital bukan hanya di tangan individu. Sekolah, keluarga, komunitas, bahkan pemerintah punya peran besar dalam menyediakan akses informasi yang aman, pendidikan yang relevan, dan regulasi yang melindungi pengguna. 

Perusahaan teknologi pun tak kalah penting perannya dalam menciptakan platform yang transparan, aman, dan bebas dari eksploitasi data berlebihan.

Pada akhirnya, literasi digital bukan sekadar keterampilan tambahan, tapi “kemampuan bertahan hidup” di dunia maya. Kita mungkin tak bisa mengontrol arus informasi yang membanjiri internet setiap detik, tapi kita bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya. 

Mulailah dari hal sederhana: berpikir sebelum mengklik, memeriksa sebelum membagikan, dan menghargai sebelum berkomentar.

Dunia digital akan terus berkembang, membawa inovasi sekaligus tantangan baru. Pertanyaannya, apakah kita akan menjadi pengguna yang sekadar hanyut dalam arus, atau navigator yang mampu mengendalikan arah?

Jawaban itu ada di tangan kita dan dimulai dari seberapa serius kita membekali diri dengan literasi digital yang beretika sekaligus taat hukum. (*)

***

*) Oleh : M.A. Ghofur, S.Pd., S.A.P., Praktisi Jaring Asesmen Indonesia & Rengganis Indonesia Fundation. Serta Pendidik di SMP Negeri 2 Balung, Jember.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jember just now

Welcome to TIMES Jember

TIMES Jember is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.