TIMES JEMBER, JEMBER –
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), kini menjadi dua instrumen fiskal yang tidak hanya menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi juga mengemban peran penting dalam mendukung pembangunan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Hal itu disampaikan Bagas dalam acara sosialisasi perpajakan bertajuk “Kolaborasi Bersama Wujudkan Jember Mandiri Lewat Pajak”.
Agenda yang juga dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi C DPRD Jember, Ikbal Wilda Fardana dan Camat Tanggul, Hanifah, serta para kepala desa dan perangkat desa di Kecamatan Tanggul ini, berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Tanggul, Senin (21/7/2025).
Pemerintah Kabupaten Jember menargetkan PAD tahun 2025 mendekati Rp1,1 triliun, persisnya Rp1.072.163.550.325.
Angka ini melonjak dibanding realisasi PAD tahun lalu yang tercatat sekitar Rp800 miliar.
Kenaikan target itu mencerminkan optimisme terhadap potensi penerimaan dari pajak daerah, khususnya sektor pertanahan dan properti.
Dan di balik angka-angka fiskal tersebut, juga terdapat strategi pembangunan yang lebih besar.
Bagas mengungkapkan, hingga medio 2025, Pemkab Jember mencatatkan realisasi PBB sebesar Rp14,14 miliar dari target Rp80 miliar atau sekitar 20 persen.
Sementara itu, realisasi BPHTB telah mencapai Rp29,58 miliar dari target Rp108 miliar, atau setara dengan 28 persen.
Kendati belum mencapai setengah dari target, namun dua jenis pajak daerah ini tetap menjadi penyumbang terbesar bagi PAD Jember.
“Pemerintah memandang potensi keduanya sebagai fondasi dalam mewujudkan kemandirian fiskal daerah. Makanya, kami terus mendorong optimalisasi pendapatan dari dua sektor ini. Salah satunya melalui sosialisasi,” terang Bagas.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D) Jember, Dima Ahkyar menjelaskan, pemanfaatan dana dari PBB dan BPHTB diarahkan untuk membiayai infrastruktur dasar, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta program pemberdayaan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Ketika hasil pungutan pajak ini digunakan untuk pelatihan keterampilan kerja, bantuan pendidikan, dan layanan kesehatan yang lebih baik, maka kami sedang menggunakan pajak sebagai instrumen keadilan sosial,” ujar Dima.
Ia menilai, pentingnya pendekatan partisipatif dalam pengelolaan pajak. Bukan hanya sekadar pemungutan, tetapi membangun kepercayaan dan pemahaman bahwa kontribusi wajib pajak akan kembali dalam bentuk pelayanan publik yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Di sisi lain, Dima membeberkan, tantangan pengelolaan PBB dan BPHTB masih cukup besar.
Akurasi data wajib pajak, kepatuhan masyarakat, serta keterbatasan teknologi digital di tingkat desa menjadi persoalan klasik yang perlu diselesaikan bersama-sama.
“Untuk itu, Pemkab Jember kini tengah mengembangkan sistem perpajakan digital seperti e-PBB dan e-BPHTB guna meningkatkan efisiensi, transparansi dan kenyamanan layanan bagi masyarakat,” paparnya.
Dima menambahkan, digitalisasi akan menjadi tulang punggung transformasi pelayanan pajak.
"Dengan sistem berbasis digital, potensi kebocoran dapat ditekan, pelaporan menjadi lebih akurat, dan pelayanan publik bisa dilakukan lebih cepat," ujarnya.
Pemerintah daerah juga tengah memperkuat koordinasi lintas sektor serta meningkatkan kualitas sosialisasi kepada masyarakat desa agar lebih memahami manfaat pajak daerah dan pentingnya membayar tepat waktu.
Melalui landasan kebijakan yang inklusif, dukungan partisipasi masyarakat, serta upaya memperkuat tata kelola pajak yang transparan dan akuntabel, Dima meyakini, PBB dan BPHTB kian menjelma sebagai instrumen penting dalam pembangunan Jember.
“Karena tak hanya menopang struktur fiskal daerah, tapi juga membuka jalan bagi pengentasan kemiskinan secara sistematis dan berkelanjutan,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : M Abdul Basid (MG) |
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |